Rabu, 26 September 2012

RINDU DAN ANGKUH



Kerinduan. Berjalan pelan-pelan di antara hati kita. Walau kita sama-sama berdiri dalam keberdiaman, jauh dari suatu kebisingan. Aku dan kamu yang saling jatuh rindu. Sama-sama yang saling jatuh gila.

Bagaimana jika aku rindu ? Seseorang kembali bertanya.
Aku diam. Entah mungkin bisa dijabarkan lewat seribu bahasa. Yang jelas, aku cuma mampu diam. Karena jika aku berbicara, aku tidak akan mampu berbicara dengan satu bahasa. Butuh banyak bahasa untuk mengungkapkan kerinduan. Jika dipaksakan cuma satu bahasa, yang ada cuma racauan. Ricuh bertubi-tubi dari bibir yang tidak lagi mampu akulturasi dengan otak yang dihimpit beban.

Kadang, jika demikian aku akan bertanya.Apa kau rindu aku?
Aku malu jika setiap kali akulah yang mengumbar kerinduan. Aku bertanya demikian karena saat itu, aku teramat rindu. Membuncah. Sulit untuk ditahan.

Banyak aku mendengar orang-orang menjadi gila. Apa aku termasuk bagian dari mereka. Gila karena kerinduan yang teramat sangat. Gila dengan debar jantung yang semakin tak kunjung menentu. Gila dengan nama-nama yang semua menjadi abstrak dan cuma ada satu nama yang begitu kentara. Gila…

Apakah kau juga sama gila seperti aku gila ?

Kadang. Jika kita telah mulai saling berbicara aku akan menjadi diam dengan sendirinya. Aku butuh waktu. Mengatur ritme jantungku. Agar tak copot dia. Aku tidak mati karena mendadak rasa bahagia mensti mulus jantungku untuk berpacu di luar kewajaran semestinya.


Iput KomaRhia, sungguh aku tidak ingin angkuh dalam mencintaimu. Berpikir ribuan tahun masa aku mulai mengerti aku memang bukan yang terbaik untukmu. Iput KomaRhia, aku tidak ingin angkuh dalam cinta ini.

Dulu, aku ingin sekali me-monopoli-mu. Menjadikanmu bagian dari hidupku, membuatmu menyatu bersamaku. Aku ingin darahmu mengalir dalam nadiku dan darahku menjadi serta darahmu. Aku ingin nafasmu menghembus dari dua lubang hidungku dan nafasku memenuhi paru-parumu. Aku ingin kau menjadi aku dan aku adalah engkau. Aku ingin kita bagai satu jiwa yang terpisah oleh badan dan pikiran. Aku ingin engkau menutupi kekuranganku dan aku menjadi sisi positif bagimu. Sungguh Iput KomaRhia, aku ingin bersatu denganmu membangun masa depan dari tangan dingin kita berdua, membangun sebuah kehidupan yang didasari oleh cinta, membuah sebuah Mahakarya agung yang tiada duanya, sebuah kolosal kehidupan yang dibangun atas dasar cinta. Sungguh Iput KomaRhia, aku menginginkan itu.

Dulu Iput KomaRhia, itu dulu. Namun hingga saat ini aku masih ingin tetap menginginkan itu, karena aku mencintaimu. Namun Iput KomaRhia, sekarang aku mulai memahami apa makna kesabaran, apa arti bahwa cinta adalah sebuah pengorbanan. Iput KomaRhia, aku belajar untuk tidak angkuh dalam memandang cinta.

Iput KomaRhia, aku belajar tentang rasa sakit mendendam saat sebuah janji terlupakan. Iput KomaRhia, aku belajar sebuah kelapangan dada saat hati berbicara kau tidak pernah menginginkan aku lebih. Aku juga belajar sesuatu Iput KomaRhia, tentang apa yang disebut air mata lelaki yang jatuh tanpa isakan dari luka hati yang amat sangat dalam. 

Sungguh Iput KomaRhia, kau adalah Guruku, kau mengajarkan sebuah cinta suci bagiku di dunia ini, sebuah cinta yang menuntut pengorbanan, sebuah cinta yang tersangkut diujung lidah untuk ditahan, sebuah cinta yang membuat aku tidak pernah mampu tidur nyenyak, sebuah cinta yang jika dia nyata maka lebih berkobar dari api neraka terpanas sekalipun. Iput KomaRhia, cinta itu membakar. Sumpah.

Iput KomaRhia, tahukah engkau tiap saat aku merasa ada jiwamu di sini. Iput KomaRhia, terkadang aku ingin bertanya Pernahkah engkau merasa seperti yang aku rasakan ini ?”
Iput KomaRhia, jujur cinta membuatku belajar akan satu hal. Cinta membuatku harus bertoleransi terhadap dirimu, dia membuatku yang awal angkuh menjadi tidak angkuh. Iput KomaRhia, sungguh aku amat sangat tidak sempurna. Iput KomaRhia, engkau putih, cantik, pintar, dan bersahaja sedangkan aku Cuma sok cakep, sok pintar, dan sok bersahaja. Aku ini tidak seperti yang terlihat. Aku hanyalah makhluk lemah dan tak memiliki kekuatan dan tekad baja, aku ini pengecut Iput KomaRhia. Aku pengecut.

Saat kau menyebut nama lelaki lain, sungguh Iput KomaRhia aku merasa bahwa engkau mencintai dia. Sungguh mereka berjuang sungguh-sungguh untuk mendapatkan perhatianmu, mereka sungguh angkuh dan aku bisa mengerti berasal darimana keangkuhan itu. Aku pernah seperti itu Iput KomaRhia, dan aku selalu mendorongmu untuk memberikan mereka perhatian lebih. Sungguh memang aku benar-benar cemburu, namun kebahagiaanmu itu yang kuutamakan. Aku tidak ingin angkuh Iput KomaRhia dalam mencintaimu.

Pernahkah engkau sadar hal itu Iput KomaRhia ? Mungkin engkau mengira bahwa aku melakukan itu karena aku memang tidak pernah memiliki hati terhadapmu, namun itu salah. Aku melakukan itu karena aku amat sangat mencintamu Iput KomaRhia. Teramat sangat.
Iput KomaRhia, ketidak-angkuhan membuatku mengerti bahwa aku harus menjadi pilihan terakhirmu, karena di dunia ini ada banyak yang lebih pantas untukmu daripada seorang aku. Iput KomaRhia, aku sungguh pathetic ya ? Asal demimu aku rela.

Sungguh Iput KomaRhia, cinta itu amat sangat membakar. Aku berharap engkau tidak akan pernah terbakar oleh cinta yang seperti ini, jangan pernah. Dan kalaupun engkau terbakar oleh cinta ini, entah mengapa dengan angkuh aku ingin engkau terbakar karenaku dan olehku. Iput KomaRhia, aku menjadi semakin tidak mengerti aku.
Iput KomaRhia… sungguh aku mencintaimu. Amat sangat. Cinta yang amat sangat membakar.

Iput KomaRhia… cukup aku yang terbakar, jangan engkau. Dan jika terbakar, jangan pernah menyesal.Demi langit, bumi, dan seluruh isinya. Aku rindu. Rindu yang mendekati gila.
Aku Yang Tidak Ingin Angkuh.
Aku Yang Sedang Terbakar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar