Ketika
aku mencintai seseorang, aku ingin yang terbaik bagi kebahagian seseorang itu.
Walau itu berarti, dia berbahagia dengan orang selain diriku. Bagiku itu bukan
suatu masalah. Malah aku merasa senang, bahagia yang sulit untuk dijelaskan.
Seseorang
yang aku cintai pernah bertanya kepadaku, mengapa aku selalu meminta dia untuk
menyukai seseorang yang sedang dia cintai ? Dalam artian, mengapa aku tidak
memintanya untuk mencintai diriku sendiri.
Aku
cuma ingin dia mencintaiku dengan setulus hati. Ketika di dalam hatinya aku
mampu meraba ada orang lain di dalam sana, aku ingin dia menuntaskan dulu
segala kegilaannya. Aku ingin dia mencerna, dia berpuas berjuang untuk
cintanya. Saat dia telah lelah, saat dia telah berputus asa, saat itu ada aku
di sana. Masih terus mencintainya.
Bagiku
tidak masalah, ketika aku mencintai seseorang tanpa orang itu mencintai diriku.
Sama sekali bukan masalah. Yang menjadi masalah adalah ketika kami sudah saling
berikrar untuk sehidup-semati atas jawaban cinta, ketika itu dalam hati-hati
kami muncul pengkhianatan. Itu yang menjadi masalah. Namun, sebelum ucap kata
itu tiba, aku ingin segalanya menjadi jelas, terang, dan sejujur-jujurnya.
Aku
tidak pernah meminta dia mencintai diriku. Yang aku ingin cuma satu, dia tahu
bahwa aku mencintai dirinya.
Dulu
sekali, ketika aku mencintai dirinya. Saat itu dia tidaklah mencintai diriku.
Saat itu, seseorang telah merambas satu bagian dari hatinya. Bagiku itu bukan
suatu masalah.
Saat
ini, ketika aku mencintai dirinya. Dan ada desiran-desiran hati yang sama juga
ada di hatinya namun dia ragu dengan rasa itu. Walau di dalam hatinya nama yang
dulu masih begitu menjajah. Mengapa sekarang bagiku menjadi masalah? Tidak! Itu
sama sekali bukan masalah.
Dulu
ketika aku mencintai tanpa engkau mencintaiku, sekarang juga sama ketika engkau
belum juga mampu tulus mencintaiku, bagiku bukan masalah. Akulah yang
mencintaimu tanpa harus engkau belajar mencintaiku.
Kalau
pun engkau bertanya, mengapa aku mencintaimu ? Apa yang harus aku jawab, selain
bahwa namamu telah tertulis dalam catatan takdirku.
Ketika
alasan-alasan kecantikan hadir, atau ketika kebaikan, atau kepintaran,
kesempurnaan, itu hanyalah alasan-alasan yang hadir ketika suatu takdir
tersedia untuk dibentuk.
Kadang
aku berpikir. Ribuan kilometer jarak kita. Wajahmu dan wajahku tak pernah
saling bertemu. Namun, mengapa aku bisa cinta ? Terkadang, takdir memang
teramat gila.
Aku
akan tetap sama: mencintaimu
tanpa harus engkau cintai.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar